Senin, 10 Agustus 2020

Opportunity Cost

     Opportunity cost adalah biaya yang harus kita tanggung karena memilih suatu peluang dan mengabaikan         (atau tidak memilih) peluang yang lain.

Pilih kuliah atau kerja? Kalau pilih kuliah, kita akan kehilangan kesempatan mendapatkan pendapatan dari bekerja selama setidaknya 4 tahun. Itulah opportunity cost yang harus kita tanggung jika memilih kuliah.
Opportunity cost adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Sekaya dan semiskin apapun seseorang, secantik sejelek bahkan sepintar atau sebodoh apapun seseorang, tidak akan pernah bisa menghindari kerugian dari opportunity cost ini. Bahkan sesederhana, saat dipagi hari kita memilih melanjutkan tidur atau bangun lalu mandi juga mengandung opportunity cost.
Kadang kita sering lupa bahwa di setiap pilihan2 yang kita ambil pasti kita akan kehilangan sesuatu yang lain. Padahal dengan menyadari betul keberadaan opportunity cost ini, dan meresapinya dengan sederet logika yg otak kita miliki, niscaya mulut manusia tidak akan sempat mengeluh. Yang ada justru sibuk bersyukur.
Kenapa? Contohnya, ada seorang laki2 yang memilih untuk blm berpasangan ataupun menikah karena ingin studi lanjut. Ya dia memang kehilangan kesempatan untuk secepatnya berkasih-sayang dengan seorang istri, tapi dia diuntungkan dengan adanya kesempatan menimba ilmu. Nantinya, ilmu itu bisa membuat dirinya mencapai aktualisasi diri, memudahkannya dalam meniti karir, membantunya mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, dan.. pada akhirnya, ketika ia menikah, bukan mustahil ilmu itu yg membuat keluarganya jd lebih bahagia dan berkecukupan.
Ada yang memilih untuk tidak terlalu mengejar karir, tapi bisa selalu dekat dengan keluarganya. Tentu ia tidak akan menyesali berapa rupiah gaji yg bisa ia dapat jika ia memilih utk jauh dr keluarga dan mengejar karirnya. Yg ada hanya syukur.
Sebaliknya, ada yg memilih untuk mengejar karir demi bisa memenuhi semua kebutuhan keluarganya. Dekat dengan keluarga tapi tidak ada uang nyatanya juga tidak akan membuat bahagia. Ada perut yang harus diberi makan. Ada uang sekolah yang harus dibayar tiap bulan. Dan segambreng pengeluaran lain yang nyatanya tidak bisa dipenuhi jika harus selalu bersama dan dekat dg keluarga. Tapi ia juga tidak akan menyesal. Karena ia bahagia melihat anak istrinya bisa hidup layak. Bahagia setiap pulang ke rumah, melihat anaknya bisa tumbuh dg baik. Yg ada hanya syukur.
Ada yang memilih selalu membersamai suami yang sering pindah tugas, tapi tak pernah menyesali segala kerepotan yang harus ditanggungnya. Karena untuknya, berkumpul dg suami dan keluarga adalah kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan nominal rupiah.
Ada yang memilih berjauhan dengan suami krn berbagai keterbatasan atau kebutuhan yg dimiliki. Pun tidak perlu menyesal karena anaknya tak perlu pindah-pindah sekolah. Dan bisa melakukan banyak hal yang tidak bisa dilakukan jika hidupnya nomaden.
Memilih punya anak sedikit atau banyak. Itu jg pilihan yang memiliki opportunity cost. Secara finansial, jelas akan ada biaya yang harus kita tanggung untuk merawat anak manusia. Ah, piara hewan aja butuh duit kok, hehe. Ini jg jangan disesali. Baik secara implisit ataupun eksplisit. Selalu menyalahkan anak atas segala kesulitan yang kita alami akan membuat seolah2 anak itu sbg beban hidup yang memberatkan. Padahal mrk tidak pernah minta dilahirkan. Orangtuanya lah yang menyebabkan mereka lahir, atas izin Allah. Bukan berarti tidak boleh mengeluh. Namun jika lelah, ada baiknya menepi, beristirahat, dan mengevaluasi cara kita menunaikan pekerjaan2 kita. Barangkali ada cara lain yang lebih efektif dan efisien untuk meringankan kita. Karena anak itu hanya titipan. Yang sewaktu2 bisa diambil oleh yang menitipkannya pada kita. Jangan sampai penyesalan muncul ketika kita tidak bisa memutar waktu ke belakang.
Saya adalah perempuan yang mendamba lahirnya manusia dari rahim saya. Tapi belum dititipkannya amanah itu lagi, membuat saya mencoba berpikir dg skema "opportunity cost" walaupun sebetulnya anak adalah hak prerogatif Allah. Namun, cara pandang opportunity cost ini cukup membantu saya hidup lebih tenang dan banyak bersyukur.
Ah, bulan ini rupanya datang bulan. Gapapa, alhamdulillah, jadi ada waktu lagi untuk bonding sm suami. Alhamdulillah, ada banyak waktu luang untuk belajar ini itu. Eh ternyata tahun ini blm dapat kesempatan hamil lagi. Alhamdulillah bisa nyicil dulu belajar parenting, mulai bisnis baru dll.
Ah, memang indah bgt kalau otak kita selalu diarahkan untuk memikirkan hal-hal baik yang bisa disyukuri. Walaupun kadang berat, tapi bisa dilakukan. Karena Allah tak pernah salah menakar beban yang sanggup ditanggung hamba-Nya. Dan kita kehabisan waktu untuk bersedih karena sudah sibuk bersyukur..
Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu bersyukur.. Aamiin 😊

Komentar