Mungkin sebagian besar dari penduduk Indonesia sudah lelah menantikan
terbentuknya pemerintahan Indonesia yang bersih, adil, jujur, dan memihak
kepentingan rakyat. Menurut saya, pemerintahan yang seperti itu adalah utopia
bagi bangsa Indonesia. Sesuatu yang sangat sulit terwujud.
Rakyat Indonesia tidak akan pernah tahu siapa sebenarnya orang yang mereka
contreng ketika pemilu. Mereka tidak akan pernah tahu niat atau motif apa yang
mendorong pra kandidat itu untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin. Apakah niat
mereka tulus untuk menyejahterakan rakyat, atau hanya sekedar demi kepentingan
pribadi dan kelompok. Sungguh, mereka tidak akan pernah tahu.
Yang rakyat tahu, hanya kepada calon-calon pemimpin itulah mereka
mengantungkan harapan mereka. Harapan untuk dapat hidup lebih layak. Harapan untuk
mengenyam pendidikan yang lebih baik. Atau mungkin sekedar harapan kecil agar
mereka tidak perlu memforsir diri mereka untuk dapat mengisi perut anak-anak
mereka setiap hari.
Mereka mengingat setiap janji yang didengungkan oleh para calon pemimpin
saat berkampanye. Namun, mereka pun tak berdaya ketika janji itu kemudian hanya
terbang bersama waktu ketika jabatan telah melenakan para pemimpin terpilih.
Cerita “Rumah Perkara” yang dikisahkan dalam film Kita versus Korupsi
adalah sentilan nyata bagi kehidupan politik di Indonesia. Betapa banyak para
pemimpin yang “lupa” akan janji-janji indah mereka saat kampanye dahulu. Betapa
banyak pemimpin yang akhirnya tergiur untuk menyalahgunakan wewenang dan
kekuasan mereka demi kepentingan pribadi dan kelompok. Tercatat sebanyak 1.018
kasus korupsi yang terjadi di Indonesia dari Januari hingga Agustus 2011.
Political and Economic Risk Consultantcy Ltd (PERC) mengatakan Indonesia
memiliki indeks persepsi korupsi 8,32 pada tahun 2009 dan 9,10 pada tahun 2010,
dan mendapatkan predikat sebagai negara terkorup ketiga
di Asia setelah Vietnam dan Filipina.
Pak Yatna dalam cerita “Rumah Perkara” sukses merepresentasikan realita
para pemimpin di negeri ini. Mengobral janji pada saat kampanye, lalu
melupakannya begitu saja setelah ia tenggelam dalam nikmatnya tampuk kekuasaan.
Lalu pertanyaannya adalah kapan kah kita akan mendapatkan pemerintahan yang
bersih, adil dan jujur? Jawabannya adalah ketika para pemimpin itu memiliki
niat yang tulus nan lurus menyejahterakan rakyat. Mereka menganggap kekuasaan
bukan sebagai akses politik kepada kekayaan-kekayaan negara. Mereka memandang
kekuasaan sebagai amanah yang harus mereka pertanggungjawabkan kepada rakyat
yang telah mempercayakan nasibnya kepada mereka. Jika para pemimpin berhenti
memikirkan kepentingan pribadi dan golongan, dan menganggap jabatan sebagai
amanah yang harus dipertanggungjawabkan, maka pada saat itulah kita bisa
berharap Indonesia akan bersih, jujur dan adil.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar